akura: Pasar Bebas

akura

 
Anda pengunjung ke

Free Hit Counter
GADH'S CLOCK
JADUAL SHOLATQ
HOT NEWS BUANGET!
messages
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
Pasar Bebas
Thursday, December 13, 2007
Ekonomi Internasional
Selasa, 07 Oktober 2003

ASEAN Berencana Menjadi "Pasar Tunggal"
AFTA Sudah Tidak Memadai

PADA tahun 1992, ASEAN ingin mencanangkan penciptaan kawasan perdagangan bebas (ASEAN Free Trade Area/AFTA), dengan menurunkan tarif sejumlah produk menjadi antara 0-5 persen. Pada 1 Januari 2003 dimulailah awal pelaksanaan AFTA.

APA yang terjadi? Hampir bisa dikatakan, tidak ada perubahan berarti dalam peningkatan perdagangan sesama anggota ASEAN.

Tabel 1 dan tabel 2 memperlihatkan ekspor dari impor ASEAN masih didominasi ekspor dan impor antara ASEAN dengan negara-negara di luar kawasan. Sementara tabel 3 dan tabel 4 memperlihatkan ekspor dan impor sesama anggota ASEAN tidak bertumbuh secara berarti dan jumlah jauh lebih kecil dibandingkan ekspor dan impor kawasan dari luar ASEAN.

Itu adalah keadaan yang wajar mengingat perekonomian negara-negara ASEAN masih tergolong kecil, dibandingkan dengan perekonomian di luar kawasan ASEAN sehingga permintaan sesama ASEAN juga lebih kecil. Namun demikian, pertumbuhan ekspor dan impor di antara sesama ASEAN juga tidak berkembang pesat.

Mengapa? Pada laporan ASEAN-yang mengutip laporan konsultan manajemen McKinsey-dikatakan bahwa ASEAN masih memiliki hambatan nontarif. ASEAN juga telah gagal membujuk investor untuk masuk dengan menanamkan modal dan memperlakukan ASEAN sebagai sebuah pasar yang terintegrasi.

Padahal, menurut World Investment Report 2002, pertumbuhan ekspor dan impor sangat kuat dipengaruhi oleh kehadiran investasi global, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspor dan impor di kawasan. Jika dilihat dari tabel 1-4, periode 1997-1998 bahkan ekspor impor ASEAN menurun. Namun, itu memang dipengaruhi oleh resesi ekonomi yang terjadi pada tahun 1998.

Perkembangan yang tidak kondusif itu, kontras dengan kemajuan yang dicapai Negara-negara ASEAN soal penurunan tariff



Tabel-tabel itu seakan memperlihatkan bahwa ASEAN mencatatkan kemajuan dalam penurunan tarif. Bahkan, Indonesia, negara gemuk ini dan hampir selalu menjadi bulan-bulanan dalam pertemuan ASEAN soal penurunan tarif, bahkan mencatatkan sukses soal penurunan tarif.

Namun, mereka yang ahli di dalam perdagangan internasional akan langsung melihat bahwa sukses itu hanyalah sebuah "ilusi". Ibaratnya, sukses itu hanya seperti macan kertas yang sangat beda dengan realitas di lapangan.

Masalahnya, tidak semua komoditas di ASEAN mengalami penurunan tarif hingga 0-5 persen. Masih ada produk yang diperam dan tidak mengalami penurunan tarif dengan alasan produk itu tergolong sensitif untuk diperdagangkan secara bebas di ASEAN. Maka itu di ASEAN ada yang disebut sebagai sensitive and highly sensitive list (daftar komoditas yang sensitif dan sangat sensitif), karena itu belum bisa diperdagangkan secara bebas. Atas produk-produk sensitif itu, penurunan tarifnya hingga 0-5 persen baru bisa dilaksanakan pada tahun 2010.

Daftar komoditas di ASEAN yang dianggap sensitif itu termasuk poultry (perunggasan), produk-produk swine, kopi, teh, kopra, manioc (tepung), dan beras.

Malaysia telah memasukkan produk swine dan poultry, buah-buahan tropis, tembakau dan produk-produk tembakau serta gula ke dalam daftar produk sensitif.

Indonesia, Malaysia, dan Filipina telah menempatkan beras ke dalam highly sensitive list. Penurunan tarifnya, dijanjikan baru bisa dilakukan pada 1 Januari 2005.

Bahkan, Malaysia sudah mencanangkan bahwa perdagangan bebas di sektor otomotif belum bisa dijalankan. Malaysia masih harus menunggu hingga industri otomotifnya kuat, baru pasarnya bisa dibuka terhadap impor produk otomotif. ASEAN juga masih menerapkan pencegahan perdagangan atas komoditas tertentu dan dikecualikan dari penurunan tarif atau bahkan diharamkan untuk diperdagangan.

LALU di ASEAN masih muncul hambatan nontarif. Hambatan pada kelancaran perdagangan bukan saja disebabkan oleh tingginya tarif tetapi hambatan perdagangan oleh faktor-faktor di luar tarif.

Sebagian hambatan (nontarif) yang umum dihadapi sektor swasta di ASEAN adalah keharusan mendapatkan lisensi jika ingin mengimpor barang tertentu, birokrasi dan pungli di kepabeanan, lambatnya pemeriksaan dan peredaran barang di kepabeanan, munculnya perbedaan standar akibat perbedaan peraturan dan lainnya.

Itu semua masih melekat dan masih umum didapati di ASEAN dan berperan besar menghambat kelancaran perdagangan. Maka dari itu, perdagangan lancar yang dijanjikan pada AFTA tidak berjalan secara efektif karena faktor-faktor tersebut.

McKinsey menemukan, hambatan nontarif itu justru merupakan penghambat utama perdagangan di ASEAN. Di samping itu, ASEAN kemasukan empat negara menjadi anggota, yakni Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar yang perekonomiannya lebih terbelakang lagi. Indikator untuk itu bisa dilihat dengan memperbandingkan tabel 7, tentang pendapatan per kapita negara-negara anggota ASEAN.

ASEAN dengan AFTA-nya diperkirakan hanya akan bisa bergerak cepat, secepat perkembangan yang terjadi negara-negara anggotanya yang sangat lemah itu.

Maka dari itu, jangankan integrasi secara umum (politik, sosial dan budaya), integrasi perekonomian juga berjalan lamban di ASEAN. Meski presiden, menteri dan pejabat-pejabat ASEAN melakukan serentetan pertemuan sejak 1992, tinggal di hotel mewah, mobil luks, fasilitas luks, kinerja mereka tidak bisa dibilang mencengangkan. Pertemuan menteri perekonomian ASEAN yang sudah ke-35 kali pada 2 September lalu di Phnom Penh, Kamboja, tidak bisa dibilang berhasil secara berarti.

"Bahkan dari sisi ekonomi saja, ASEAN tidak mengalami perkembangan berarti," kata mantan Sekjen ASEAN Rodolfo Severino tahun lalu, ketika mundur dari jabatannya.

NAMUN, kelambanan itu disadari oleh ASEAN. Maka dari itu, pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-8 di Phnom Penh, Kamboja, 4 November 2002, Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong mengusulkan bahwa ASEAN harus bergegas dan menjadikan sebagai Komunitas Perekonomian ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) pada tahun 2020.

Menurut Sekjen ASEAN, Ong Keng Yong, dengan menjadi AEC, ASEAN kurang lebih mendekati seperti pasar tunggal Eropa pada dekade tahun 1960-an. Pasar Eropa saat itu belum sebebas sekarang, tetapi sejumlah komoditas benar-benar bebas diperdagangkan.

Kebebasan perdagangan akan lebih terjamin dengan menjadi satu komunitas perekonomian. AEC merupakan lompatan jauh ke depan dan merupakan kelanjutan berarti dari AFTA.

Ide itu berawal pada KTT ASEAN pada Desember 1997. Pada KTT itu dilahirkan Visi ASEAN 2020 (ASEAN Vision 2020). Dokumen itu menyatakan tentang keinginan ASEAN menjadi kawasan stabil, makmur, memiliki daya saing yang ditandai dengan kemampuan menjalankan perdagangan barang, jasa, investasi dan modal yang bebas.

MENGAPA perlu membentuk komunitas perekonomian? Denis Hew-seorang peneliti dari Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, memberikan analisis.

Di dunia yang sangat sarat persaingan ini, ASEAN bisa dan sejauh ini bisa dikatakan sudah dikalahkan oleh Cina dan India.

Lagi, menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Cina kini adalah penerima investasi asing langsung terbesar di kawasan Asia Pasifik. Ada kekhawatiran, perkembangan pesat ekonomi Cina akan membuat investasi berpaling selamanya dari ASEAN dan lari ke Cina. Besaran ekonomi, potensi konsumen dengan penduduk 1,2 miliar membuat Cina jauh lebih menarik sebagai satu negara.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan daya saing dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, ASEAN harus melakukan percepatan dalam integrasi perekonomian. Dengan demikian, ASEAN yang berpenduduk 530 juta dan produksi domestik bruto (PDB) 700 miliar dollar AS, bisa menjadi sebuah pasar tunggal dan akan bisa bersaing dengan Cina dan India dari skala ekonomi.

Dengan demikian, ASEAN bisa menjadi lebih kuat dan memiliki suara besar termasuk pada pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Dalam rencana pembentukan AEC itu, pengembangan Komunitas Ekonomi Eropa (European Economic Community/EEC) -tahun 1993 telah menjadi Uni Eropa-dekade tahun 1960-an tampaknya telah menjadi acuan atau model bagi ASEAN.

Dengan perekonomian yang terintegrasi, Uni Eropa-pasar terintegrasi penuh-merupakan contoh sukses integrasi ekonomi di dunia.

Denis Hew mengatakan, pengintegrasian perekonomian ASEAN sudah pasti sangat sulit dalam konteks sekarang, dengan segala permasalahan dan perbedaan kemajuan perekonomian.

Namun demikian, Hew mengatakan bahwa hal itu bisa dijalankan secara perlahan-lahan lewat berbagai skema.

ASEAN sudah memiliki program untuk mengintegrasikan perekonomian lewat berbagai kerangka seperti AFTA, ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) dan ASEAN Investment Area (AIA). Skema itu bertujuan menghilangkan hambatan perdagangan barang, jasa dan investasi.

Menurut Hew, mungkin akan lambat tetapi harus dicoba. Bahkan, Eropa memerlukan waktu 40 tahun untuk bisa merealisasikan pasar yang terintegrasi secara penuh.

Di dalam ASEAN sendiri, terasa ketidaksesuaian dengan perkembangan integrasi ekonomi. Singapura dan Thailand menginginkan pembentukan Komunitas Perekonomian ASEAN tahun 2017, namun anggota ASEAN lainnya termasuk Indonesia masih bertahan pada jadwal tahun 2020.

Namun demikian, di dalam KTT ke-9 ini, setidaknya sudah ada niat pembentukan Komunitas Perekonomian ASEAN. Ada niat untuk mengintegrasikan perekonomian, ketimbang sekadar mengandalkan integrasi ekonomi lewat AFTA. Namun, bagaimana perkembangannya, itu yang harus ditunggu.

Hal lebih penting agar AEC sukses, kata Dew, harus ada niat politik yang kuat untuk proses integrasi perekonomian. Soalnya, masalah politik adalah tantangan terbesar dalam pembentukan komunitas perekonomian ASEAN.

Persoalan muncul karena ASEAN selama ini masih terlalu sarat dengan pembahasan politik. "Sentuhan pada perekonomian sangat kurang," kata Presiden PT Catur Yasa, Kusumo AM. Sudah begitu, ASEAN juga tidak kunjung tampil dengan iklim politik yang mendukung integrasi. Kecurigaan sesama anggota ASEAN masih mencuat. Namun, Uni Eropa juga dulu demikian. Siapa tahu seiring dengan berjalannya waktu, berbagai hambatan politis bisa diatasi sedikit demi sedikit.
posted by gazola@venture @ 2:19 AM  
4 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About Me

Name: gazola@venture
Home:
About Me:
See my complete profile
GADZUMI
http://www.trippytext.com/ - Trippy Text
Google search
Previous Post
Links
Archives
Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

© akura .Template by Isnaini Dot Com