akura: AFTA (sumber GOOGLE)

akura

 
Anda pengunjung ke

Free Hit Counter
GADH'S CLOCK
JADUAL SHOLATQ
HOT NEWS BUANGET!
messages
Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x
AFTA (sumber GOOGLE)
Friday, June 8, 2007
Indonesia Harus Memanfaatkan AFTA

Purbaya Yudhi Sadewa

Negara-negara ASEAN telah setuju mewujudkan kawasan perdagangan bebas. Namun, tampaknya Indonesia belum bisa memanfaatkan secara optimal potensi pasar ASEAN ini. Indonesia harus lebih waspada. Bila tidak, perjanjian perdagangan bebas regional lain, seperti APEC, akan membuat pasar kita jadi sasaran empuk bagi negara lain.

Berita keperkasaan daya saing produk China amat mendominasi media nasional dalam beberapa tahun ini. Akibatnya, kita pun amat mengkhawatirkan dominasi produk China di pasar domestik. Tingginya daya saing produk China memang patut diwaspadai karena hal tersebut akan mempersulit peluang produk Indonesia untuk menembus atau untuk bertahan di pasar internasional maupun pasar domestik.

Namun, ada hal yang sedikit terabaikan oleh media maupun pengambil keputusan di negeri ini, yakni mereka kurang memerhatikan ancaman dan kemampuan negara-negara ASEAN lain dalam melakukan penetrasi ke pasar Indonesia. Kemampuan melakukan penetrasi pasar ini terutama ditunjang juga oleh adanya perjanjian perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN (AFTA).

Dampak

Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.

Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.

Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).

Saat ini AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.

Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.

Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.

Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen (Gambar 1).

Berbeda dengan anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk China di Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk negara ASEAN. Pada tahun 2001 China menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor Indonesia. Pada tahun 2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar negara-negara ASEAN.

Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.

Sebaliknya, berbeda dengan negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu diperhatikan potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8 persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya (Tabel 1).

Kurang daya tarik

AFTA juga membuat pasar negara-negara ASEAN menjadi satu. Akibatnya, produsen-produsen internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan memenuhi permintaan produknya di negara di sekitarnya dari negara basis tersebut. Turunnya tarif impor antarnegara ASEAN membuat kegiatan ekspor-impor antarnegara ASEAN menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara yang dipilih sebagai negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat membuat produk tersebut dengan lebih efisien (spesialisasi).

Negara-negara di kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat produksi untuk melayani pasar ASEAN karena semakin banyak perusahaan yang memilih negara tersebut untuk dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia. Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam menciptakan daya tarik untuk dijadikan pusat produksi.

Contohnya, untuk produk mobil penumpang segala kelas (HS 8702), tampaknya Thailand lebih berhasil dalam menarik produsen-produsen mobil dunia untuk memilih negara tersebut menjadi basis produksi utama mereka, dan menyuplai pasar Indonesia (dan pasar negara ASEAN lainnya) dari Thailand.

Hal ini terlihat jelas dari perkembangan angka perdagangan komoditas dalam kelompok barang HS 8702 antara Indonesia dan Thailand. Pada tahun 2000 nilai ekspor Thailand ke Indonesia untuk produk dalam kategori ini hanya mencapai 4 juta dolar. Namun, sejak AFTA diimplementasikan, nilai ekspor Thailand ke Indonesia mengalami kenaikan yang amat signifikan. Dan pada tahun 2005 ekspor mobil Thailand ke Indonesia sudah mencapai 416 juta dollar AS. Sementara itu, ekspor mobil dari Indonesia ke Thailand tidak mengalami kenaikan setinggi yang dialami oleh Thailand. Pada tahun 2000 ekspor mobil Indonesia ke Thailand mencapai 2 juta dollar AS dan di tahun 2005 angka tersebut sudah naik menjadi 79 dollar. Walaupun naik, namun kenaikannya jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dialami oleh Thailand (Gambar 2).

Diskusi di atas mempelihatkan bahwa AFTA dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Negara-negara tetangga telah cukup jeli dalam memanfaatkan perjanjian tersebut untuk melakukan penetrasi pasar Indonesia. Sayangnya, Indonesia kurang mengoptimalkan kemudahan yang diberikan AFTA dalam mengakses pasar negara-negara ASEAN yang lain. Pada saat ini pasar kita cenderung menjadi sasaran empuk bagi negara-negara ASEAN yang lain.

Hal ini perlu diperhatikan dan diubah. Antara lain, Indonesia harus memperbaiki iklim investasi, menjaga suku bunga rendah, meningkatkan daya saing, dan mensosialisasikan fasilitas-fasilitas yang diberikan AFTA maupun potensi pasar yang tersedia di pasar ASEAN ke pelaku bisnis. Apabila tidak, Indonesia tidak akan pernah dapat memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas AFTA secara optimal. Apalagi di masa yang akan datang ada peluang untuk diciptakan perjanjian perdagangan yang lebih besar lagi, yaitu perdagangan bebas antarnegara anggota APEC.

Bila kita tidak menarik pelajaran dari pengalaman saat ini, di masa yang akan datang perjanjian perdagangan bebas hanya akan membuat pasar kita menjadi sasaran yang empuk bagi lebih banyak negara lagi.

Purbaya Yudhi Sadewa Chief Economist Danareksa Research Institute .
posted by gazola@venture @ 8:49 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
About Me

Name: gazola@venture
Home:
About Me:
See my complete profile
GADZUMI
http://www.trippytext.com/ - Trippy Text
Google search
Previous Post
Links
Archives
Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER

© akura .Template by Isnaini Dot Com